13 Jun 2015

Undang-Undang dengan GO-JEK


Layaknya sebuah ide untuk menghasilkan solusi, mewujudkan impian pun tak kalah pelaknya. Hingga saat ini saya masih mempercayai ide buah dari gagasan pikiran itu sangatlah mahal harganya. Apalagi jika ide itu tertuang dari mimpi terpendam hasil analisis keadaan yang carut-marut, hingga akhirnya mampu membuahkan karya nyata yang benar adanya dalam menyelesaikan solusi.

Dan ketika mimpi, ide, dan solusi telah menjadi satu dalam kemasan produk jasa bernama GO-JEK. Siapa hari ini yang tidak mengapresiasi seseorang dibaliknya ?


*******


Nadiem Makarim.

Sebelumnya, terimakasih lho Mas Nadiem. Kemudahan akses dan keandalannya dalam menjawab solusi itu terbukti.

Kesalutan saya kepada produk jasa ini tersentuh ketika membaca artikel berita diatas. Sedikit banyak saya sependapat dengan Gubernur DKI Jakarta kita, Pak Ahok. Kasarnya saya ingin bertanya kepada Kepada Ketua Organda DKI Jakarta,

“Assalamualaikum Pak, punten selama ini Bapak kemana ya ?”


******


Berikut saya kutip dari artikel.

“Namun, usulan Ahok ini mendapat kritik keras dari Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Shafruhan Sinungan. Menurut dia, imbauan tersebut menunjukkan Ahok tak memahami aturan lalu lintas dan angkutan penumpang. 

Sebagai gubernur, kata Shafruhan, sudah seharusnya Ahok melaksanakan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009. "Sepeda motor bukan diperuntukkan untuk angkutan umum orang dan barang," tuturnya melalui keterangan tertulis, Kamis, 11 Juni 2015. 

Organda DKI, Shafruhan menambahkan, berharap agar Ahok menghentikan dukungan terhadap ojek maupun GO-JEK.

Menanggapi kritik Organda DKI, Ahok justru mempertanyakan pernyataan tersebut. "Selama puluhan tahun ini Organda ke mana, kok aneh baru mempersoalkan aturan tersebut saat ini," keluhnya.”

Saya pernah mengambil beberapa mata kuliah transportasi, namun pembahasan tentang undang-undang yang disebutkan itu nyatanya saya baru tahu saat membaca berita ini. Sesungguhnya saya menjadi tergelitik menanggapi hal ini, yaitu:
  • Sekarang ini ojek sudah menjamur keberadaannya ditiap gang sudut perkotaan Jakarta. Tindak lanjut mengenai dilarangnya keberadaan angkutan umum beroda dua adakah eksistensinya hingga hari ini ?
  • Menghilangkan keberadaan ojek menurut saya bukan langkah yang bijak jika tidak disertai langkah antisipasi. Maksudnya, karena keberadaan ojek itu berdasarkan terpenuhinya konsep simpel demand dan supply. Demand dari pengguna ojek, karena jakarta yang tidak perlu ditanyakan lagi seberapa macetnya hari ini dan kebutuhan pergerakan cepat dalam memenuhi pergerakan ekonomi seperti pengantaran dokumen, makanan, barang, dan lainnya. Supply dari supir ojek yang memang mengandalkan penghasilan sehari-hari dari seberapa jauh jarak tempuh motornya. Ditekankan sekali lagi, banyak orang yang mengandalkan kehidupannya dari motor tersebut.  
  • Terkait undang-undang, saya jadi tertarik bagaimana hal ini terus bisa disahkan. Seolah-olah pembuat undang-undang menutup mata dengan keadaan sekitar yang nyatanya masih ada bahkan banyak orang yang mengandalkan isi perutnya dengan mengojek. Apa sih maksudnya mengesahkan undang-undang ini ? Ada, namun tidak diterapkan. Ada, namun tidak ada tindakan pencegahan maupun penanggulangannya. Undang-undang ini tidak hanya dibuat untuk meunjukkan bahwa negara ini mengerti bagaimana pola kehidupan yang tertib dan bermartabat bukan ? Saya ulangi, tidak hanya untuk menunjukan bahwa kita mengerti. Saya harap sampai kepada taraf melakukan dengan aksi nyata bahwa negara ini mampu memiliki pola kehidupan yang tertib dan bermartabat.
  • Nyatanya saya seperti menyalahi undang-undang. Namun saya lebih bertanya-tanya, kenapa tetap mengesahan peraturan yang hampir sulit untuk dijalankan namun tidak disertai langkah pencegahan atau penanggulangan.
  • Saya tidak rela brainstorming yang begitu lama dilakukan untuk mewujudkan solusi, dengan begitu saja dicegah karena undang-undang yang menurut saya gerakannya hingga saat ini hanya menjadi karya tulisan dari pembuatnya.


Jika alasan yang digunakan Organda DKI Jakarta adalah langkah yang mereka lakukan adalah untuk menegakkan hukum undang-undang namun tidak ada langkah antisipatif mengenai berjamurnya ojek ditiap gang perkotaan, ini bisa jadi lelucon.


Undang-undang ada sebagai penerapan hukum. Hukum ada untuk mengatur hidup manusia. Jika nyatanya produk jasa lebih mampu mengatur hidup manusia, bagaimana saya bisa percaya kalau undang-undang itu lebih baik ?




Ps: Seperti analogi, ketika tidak suka punya pacar yang jerawatan adalah berikan obat kecantikan agar jerawatnya hilang. Bukan mengganti pacarnya :))

2 May 2015

Menyelesaikan Kuliah S1

Kamis kemarin tepatnya tanggal 30 April 2015 resmi menjadi hari terakhir perkuliahan gue di program studi Teknik Sipil. Senin 4 Mei 2015 menjadi Ujian Akhir Semester yang benar-benar menjadi ujian akhir di tahap sarjana. Lengkap sudah 142 sks gue lalui selama 4 tahun di Bandung. 

Masih ada 4 sks terakhir yang menjadi penentu akhir kelulusan seorang sarjana teknik, Tugas Akhir. 

Tugas Akhir yang gue ambil pada sub jurusan Geoteknik mengusung tema Mechanically Stabilized Earth Wall. Desain dinding terstabilisasi mekanis pada crusher plant sebuah area tambang di daerah Kalimantan. 

Hingga akhir Januari 2015 lalu, minat tema tugas akhir masih tentang terowongan. Lebih tepatnya pada terowongan Mass Rapid Transportation yang masih dalam tahap pembangunan di Jakarta. Namun akibat satu dan lain hal, di awal bulan Februari gue memutuskan untuk menggantinya dengan MSE Wall. 

MSE Wall itu bekerja layaknya dinding penahan tanah. Namun dinding ini dapat berdeformasi lebih jauh dibanding dinding biasanya. Kuncinya terletak di perkuatan tanah dengan geosintetik dan penutup muka gabion. 

U.S. Department of Transportation Federal Highway Administration dan National Highway Institute Office of Bridge Technology menjadi panduan gue dalam mendesain MSE Wall ini. 
Sementara software pendukung yang gue pilih adalah Plaxis dan Slope/W. 

Mari berjuang untuk memberikan hasil terbaik. 
Bismillah.